adab-adab seorang muslim dan muslimah



Adab-Adab Seorang Muslim dan Muslimah

1.      Adab-Adab Meminta Izin

a.       Disunnahkan mendahuluinya dengan salam sebelum meminta izin

Diriwayatkan dari kaladah bin Hanbal, ia mengatakan bahwa Shafwan bin Umayyah mengutusnya untuk menjumpai Rasulullah SAW. dengan membawa susu, beberapa za’faran dan anak buah. Nabi SAW. ketika itu berada di daratan tinggi Mekkah, lalu aku pun masuk tanpa memberi salam. Maka Rasulullah SAW., bersabda: “Kembalilah, dan ucapkan,’assalaamu’alaikum.” Hal ini terjadi setelah Shafwan bin Umayyah memeluk  Islam. (HR. Ahmad (no. 14999), Abu Dawud (no.5176))

b.      Hendaklah oraang yang berdiri di sebelah kanan atau disebelah kiri

Hal ini dimaksudkan agar seseorang tidak mengarahkan pandangannya ke tempat-tempat yang tidak dihalalkan baginya di rumah orang yang dikunjunginya tersebut, atau sesuatu yang dibenci oleh si pemilik rumah jika melihatnya. Seungguhnya meminta izin itu disyari’atkan untuk memelihara pandangan.

Diriwayatkan dari ‘Abdullah bin Busr, ia berkata: “Apabila Rasulullah SAW. mendatangi kediaman suatu kaum, beliau tidak mengharap ke arah pintu rumah dengan wajahnya, akan tetapi beliau memalingkan wajahnyake arah kanan atau kiri dan mengucapkan, ‘assalaamu’alaikum, assalaamu’alaikum.” Hal itu karena rumah-ruma di saat itu belum memiliki penghalang. (HR. Ahmad (no. 17239).

c.       Diharamkan memendang (mengintip) ke dalam rumah orang lain tanpa izin pemiliknya

Siapa yang telah melampaui batas dan melihat (mengintip) apa-apa yang tidak dihalalkan baginya tanpa izin, lalu kedua matanya dicungkil, maka tidak ada qishas dan denda karenanya. Dalilnya sebagaimana hadist yang diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a, dari Nabi SAW., bahwa beliau bersabda:

Barangsiapa yang dengan sengaja mengintip atau memandang kedalam rumah orang lain tanpa izin pemiliknya, maka dihalalkan bagi mereka untuk mencungkil matanya.” (HR. Muslim (no. 2158))

d.      Tidak dibolehkan hanya mengatakan. “saya” (tanpa meyebut nama) ketika meminta izin jika ia tanya, “siapa itu?”

Jika orang yang meminta izin hanya mengatakan, “saya,” tidak akan diketahui siapa yang meminta izin. Dengan begitu ia akan tetap tersamar bagi pemilik rumah. Dan, perkataan, “saya,” tidak berarti apa-apa.

Sebagaiman hadist jabir r.a, ia berkata: “aku mendatangi nabi SAW. untuk membayarkan hutang ayahku, kemudian aku mengetuk pintu rumah beliau, beliau bertanya, ‘siapa itu?’ Aku menjawab, ‘Aku.’ Maka Rasulullah SAW. bersabda: ‘Aku, aku!’ sepertinya beliau tidak menyukai jawaban tersebut.”(HR. Bukhari (no. 6250) dan Muslim (2155)).

e.       Orang yang meminta izin tidak mengetuk pintu terlalu keras

Orangyang mengetuk pintu terlalu keras merupakan adab yang buruk. Diriwayatkan dari Anas bin Malik bahwa ia berkata: “pintu rumah nabi SAW. diketuk dengan menggunakan kuku.” (HR. Al-Bukhari dalam al-Adabul Mufrad (no. 1080).

f.       Jika pemilik rumah menyuruh orang yang meminta izin untuk kembali, maka ia harus kembali

Berdasarkan firman Allah SWT.: “... dan, jika dikatakan kepadamu, ‘kembali (saja)lah,’maka hendaklah kamu kembali. Itu lebih bersih bagimu....” (An-Nur: 28)

g.      Tidak dibolehkan memasuki rumah orang lain yang tidak ada seorang pun di dalamnya

Ibnu katsir mengatakan, “hal itu termasuk menggunakan milik orang lain tanpa izinnya. Jika ia mau, maka ia akan mengizinkannya, dan jika tidak maka ia tidak akan mengijinkannya.

h.      Meminta izin kepada ibu, saudara perempuan, dan orang-orang yang memiliki hukum yang sama dengan keduanya (dalam kekerabatan)

Hal ini dimaksudkan agar pandangan tidak melihat hal-hal yang dilarang, seperti aurat, atau hal-hal lainnya yang tidak disukai oleh kaum wanita jika diketahui oleh selain mereka.

Diriwayatkan dari ‘Alqamah, ia berkata, “seorang laki-laki mendatangi ‘Abdullah dan mengatakan, ‘apakah aku harus meminta izin kepada ibuku?’ maka ‘Abdullah mengatakan, tidak setiap keadaan ibumu engkau sukai jika melihatnya.” (HR. Al-Bukhari dalam kitab al-Adabul Mufrad (no. 1059)).

i.        Disunahkan memberi kabar terlebih dahulu kepada istri ketika akan masuk rumah

Tujuan dari memberi kabar terlebih dahulu kepada istri ketika akan masuk rumah agar suami tidak melihat istrinya dalam keadaan yang bisa membuatnya marah, atau istri sedang melakukan sesuatu yang tidak ingin dilihat oleh suaminya.

Diriwayatkan oleh Zainab, istri Ibnu Mas’ud r.a, ia berkata. “jika ‘Abdullah pulang setelah menyelesaikan suatu keperluan, maka ia berdehem karena kawatir kami berada dalam keadaan yang tidak ia sukai.” [1]

j.        Orang-orang yang biasa berkeliaran ke sana ke mari dari hamba sahaya dan anak-anak kecil yang belum baligh, tetap (di syariatkan) meminta izin pada tiga waktu: sebelum shalat subuh, ketika waktu tidur sejenak pada siang hari, dan setelah salat isya.

k.      Kewajiban meminta izin gugur dalam kediaman sementara (seperti perkemahan), seperti ketika terjadi kebakaran dan adanya serangan pencuri.[2]

2.      Adab-Adab Di Majlis

a.       Bersungguh-sungguh dalam menghadiri shalat berjama’ah, shalat jum’at dan senantiasa menempatkan dirinya pada shaff terdepan. Hal itu sebagai upaya dalam meneladani salafush shahih yang bersemangat dalam menghadiri shalat berjama’ah, shalat jum’at, dan memperhatikan shaff terdepan.

b.      Menyampaikan semaksimal mungkin ilmu yang ia miliki

Hal yang paling penting untuk disampaikan adalah tentang tauhid dan menjauhkan syirik, serta mengajarkan sunnah-sunnah Nabi SAW. yang mudah bagi mereka untuk mengamalkannya. Hendaknya membiasakan diri dengan kitab-kitab rujukan yang jelas ketika dia mengajar. Seperti kitab tauhid beserta syarahnya. Juga memberikan nasihat kepada jama’ah mesjid, misalnya dengan membaca fatwa-fatwa para ulama terpecaya.

c.       Penuntut ilmu yang diangkat menjadi imam hendaklah tidak berlebihan dalam bergaul dan tidak menutup dari terhadap jama’ah shalat karena, islam mengajarkannya agar melakukannya dengan seimbang.

d.      Memelihara kebersihan, kesucian, dan kehormatan mesjid. Dianjurkan juga untuk mengharumkan ruangannya serta membersihkan lantai dan karpetnya.

e.       Menjaga perabot milik waqaf yang ada di dalam mesjid baik berupa mushaf al-qur’an, meja, karpet, dan peralatan listrik. Adapun mushaf, hendaklah ditempatkan di dalam rak atau laci agar tidak diabaikan dan tidak rusak.

f.       Tidak mengeraskan suara, baik dalam membaca al-qur’an, dzikir, maupun berbincang-bincang, karena dapat mengganggu orang lain yang sedang belajar dan mengerjakan salat.

g.      Memasuki mesjid dengan tenang, melakukan salat tahiyyatul mesjid, memperhatikan kebersihan badan dengan mandi dan memakai parfum pada pakainnya agar tidak mengganggu temennya sesama penuntut ilmu maupun orang lain yang sedang.[3]

h.      Memilih rekan semajlis

diantara perkara yang sangat penting dalam kehidupan seseoraang adalah memilih teman satu majlis, karena seseorang akan terpengaruh oleh teman satu mejlisnya, dan ini adalah sesuatu yang pasti.

i.        Ucapan salam untuk orang yang berada di majlis ketika datang dan pergi

Dari Abu Hurairah r.a., ia berkata: “apabila seseorang di antara kalian mendatangi suatu majlis  hendaklah ia mengucapkan salam, dan apabila ia ingin duduk maka duduklah. Kemudian apabila ia berdiri untuk pergi maka hendaklah ia mengucapkan salam. Sesungguhnya yang pertama tidaklah lebih utama dari yang terakhir,” At-Timidzi mengatakan, hadist ini hasan. (HR. Abu Dawud (no. 5208).

j.        Dimakruhkan menyuruh seseorang berdiri dari tempat duduknya kemudian ia duduk di tempat tersebut

Orang lain yang berada di tempat duduk tersebut tidak membencinya, karena memang dialah yang lebih berhak untuk duduk ditempatnya semula. Oleh karena itu dijumpai larangan menyuruh seseorang berdiri dari tempat duduknya yang dibolehkan baginya.

Ibnu Umar r.a. meriwayatkan bahwa Nabi SAW. telah melarang seseorang meminta orang lain untuk berdiri dari tempat duduknya dan orang lain duduk ditempatnya. Akan tetapi, lapangkan dan luaskanlah. Dan, Ibnu ‘Umar membenci seseorang berdiri dari tempat duduknya lalu ia duduk di tempat orang tesebut.” (HR. Al-Bukhari (no. 6270).

k.      Melapangkan majlis

Melapangkan mesjid ini adalah adab dari Allah yang diajarkan kepada setiap hamba-hamba-Nya. Jika mereka berkumpul dalam suatu majelis secara berkelompok, dan sebagian mereka atau sebagian yang datang membutuhkan kelapangan baginya di mejelis.

l.        Tidak boleh memisahkan dua orang kecuali dengan izin keduanya

Tidak dibolehkan seseorang duduk di antara dua orang kecuali dengan izin keduanya. Dan, sebab larangan ini bisa jadi antara kedua orang tersebut terjalin kecintaan dan kasih sayang, dan telah terikat hal-hal yang rahasia serta amanah, maka pemisahan keduanya dengan duduk di antara keduanya akan membuat keduanya merasa keberatan.

m.    Duduk di bagian akhir dari majlis

dari Jabir bin Samurah r.a., ia berkata: “apabila kami mendatangi Nabi SAW., salah seorang di antara kami duduk di bagian akhir dari majelis.”

Apabila salah seorang di antara para sahabat mendatangi suatu majelis, ia tidak pernah memaksakan diri untuk duduk di bagian depan, atau berdesakan dan bersempit-sempitan dengan orang lain. Bahkan mereka duduk di bagian belakang (di akhir majelis).

n.      Larangan banyak tertawa

Tidak termasuk kepribadian baik dan tidak juga suatu adab, jika di dalam suatu majelis lebih banyak tertawa. Sedikit tertawa akan menyenangkan hati dan membuatnya lega, semantara banyak tertawa adalah penyakit yang akan mematikan hati.

Dari Abu Hurairah r.a., ia berkata, Rasulullah SAW. bersabda:

“Janganlah kalian memperbanyak tawa karena banyak tertawa akan mematikan hati.” (HR. Ibnu Majah (no. 4193).

o.      Disunahkan menutup (mengakhiri) majelis dengan bacaan kaffaratul majelis

Dari ‘aisyah r.a. ia mengatakan bahwa jika rasulullah SAW. duduk di suatu majelis atau mengerjakan salat, beliau mengucapkan beberapa kalimat. Maka, ‘aisyah bertanya kepada beliau tentang kalimat-kalimat tersebut, beliau SAW. bersabda, “Jika ia berbicara dengan kebaikan, maka akan menjadi pernyertanya pada hari kiamat, dan jika ia berbicara dengan selain itu, maka kaffarahnya adalah:

“mahasuci Engkau ya Allah, dan segala puji bagi-Mu aku meminta ampun kepada-Mu, dan aku bertaubat kepada-Mu.” (HR.an-Nasa’i (no. 1344).[4]

3.      Adab-adab di jalan

a.       Wajibnya menunaikan hak-hak jalan

hak-hak jalan, diantaranya:

1)      Menundukkan pandangan.

2)      Menahan gangguan.

3)      Menjawab salam .

4)      Wajibnya amal ma’ruf dan nahi mungkar.

5)      Menunjukan jalan kepada orang yang menanyakannya.[5]

6)      Banyak berdzikir (mengingat dan menyebut) Allah.

7)      Membimbing orang yang buta

8)      Memperdengarkan orang yang tuli.

9)      Menolong orang yang terzhalimi.

10)  Berjalan dengan tenang di atas bumi.

11)  Sederhana dalam berjalan.

12)  Merendahkan suara.

13)  Mengucapkan perkataan yang baik.

14)  Orang yang berjalan mengucapkan salam kepada orang duduk, dan orang yang berkendara mengucapkan salam kepada orang yang berjalan, serta orang yang lebih muda kepada orang yang lebih dewasa.

15)  Meninggalkan banyak menoleh ke sana-sini tanpa ada keperluan karena sikap seperti itu dapat merusak citra baik.

16)  Tidak menyampaikan kata-kata penghinaan terhadap orang yang lewat, dan tidak pula mengolok-olok mereka.[6]

b.      Menghilangkan (membuang) sesuatu yang mengganggu di jalan

Adab-adab yang disunahkan di jalan adalah menghilangkan sesuatu yang mengganggu di jalan, bahkan hal ini termasuk keimanan.

Nabi SAW. bersabda:

“iman itu memiliki tujuh puluh sekian cabang atau enam puluh sekian cabang, cabang yang paling utama adalah ucapan laa ilaaha illallaah, dn cabang yang paling rendah adalah menyingkirkan sesuatu yang mengganggu dari jalan, dan rasa malu termasuk salah satu cabang keimanan.”(HR. Al-Bukhari dari Abu Hurairah r.a. (no. 9)).

c.       Haramnya buang hajat di jalan yang dilalui manusia atau di tempat mereka berteduh

Rasulullah SAW. memberikan peringatan agar tidak buang hajat di jalan yang dilalui manusia atau di tempat mareka berteduh, karena tempat tersebut adalah hak umum, maka seseorang tidak boleh merusak jalan-jalan manusia yang mereka berjalan diatasnya, atau di tempat mereka berteduh yang menjadi tempat duduk merekan dan tempat mereka berlindung dari panasnya matahari.

d.      Membantu seseorang menaiki kendaraannya atau membantu mengangkat barangnya ke atas kendaraanya

Disunahkan ketika berada di jalan dalah jika engkau melihat seorang laki-laki ingin mengendarai kendaraannya dan hal itu menyulitkanny, maka hendaklah membantunya naik, atau membantu mengangkat barangnya. Dan hal ini mungkin di lakukan saat ini, karena orang tua terkadang tidak memungkinkan lagi mengendarai dengan mudah.

Amalan ini merupakan sadakah yang mendatangkan pahala bagi seorang muslim yang melakukannya.[7]





[1] Fuad bin Abdil Aziz asy-Syaihub, Penerjemah: Abu Zakaria Al-Atsaruy, Kumpulan Adab Islami Etika Seorang Muslim Sehari-Hari,(Jakarta: Griya Ilmu, 2016), cet. 4, hal: 76-84.

[2] Majid Sa’ud al-Ausyan, penerjemah: Abdurrahman Nuryaman, Panduan Lengkap Dan Praktis Adab & Akhlak Islami Berdasarkan Al-Qur’an Dan As-Sunnah, (Jakarta: DARUL HAQ, 2015) cet. 2, Hal: 121-122.

[3] Yazid Bin Abdul Qadir Jawas, Adab & Akhlak Penuntut Ilmu, (Bogor: Pustaka At-Taqwa), Hal: 117-120.

[4] Fuad bin Abdil Aziz asy-Syaihub, Penerjemah: Abu Zakaria Al-Atsaruy, Kumpulan Adab Islami Etika Seorang Muslim Sehari-Hari,(Jakarta: Griya Ilmu, 2016), cet. 4, hal: 127-142.

[5] Fuad bin Abdil Aziz asy-Syaihub, Penerjemah: Abu Zakaria Al-Atsaruy, Kumpulan Adab Islami Etika Seorang Muslim Sehari-Hari,(Jakarta: Griya Ilmu, 2016), cet. 4, hal: 402-407.

[6] Majid Sa’ud al-Ausyan Diterjamahkan Oleh: Abdurrahman Nuryaman, Panduan Lengkap Dan Praktis Adab & Akhlak Islami Berdasarkan Al-Qur’an Dan As-Sunnah, (Jakarta: DARUL HAQ, 2015) cet. 2, Hal: 280.


[7] Fuad bin Abdil Aziz asy-Syaihub, Penerjemah: Abu Zakaria Al-Atsaruy, Kumpulan Adab Islami Etika Seorang Muslim Sehari-Hari,(Jakarta: Griya Ilmu, 2016), cet. 4, hal: 407-410.

Komentar